Kemenko PMK Gelar Rakornas Pelestarian dan Pengelolaan Jamu Sebagai Warisan Budaya


Jakarta(30/10)—Saat ini jamu bukan hanya menjadi minuman tradisional, tetapi jamu juga sebagai salah satu bentuk warisan budaya tak benda. Untuk meningkatkan pertumbuhan jamu sebagai sektor industri dan juga mendorong jamu indonesia menjadi warisan dunia, hari ini Kemenko PMK melalui keasdepan Warisan Budaya, menggelar rapat koordinasi nasional pelestarian dan pengelolaan jamu sebagai warisan budaya, di Swisbell Hotel, Mangga Besar, Jakarta.

Saat ini, industri jamu tercatat mengalami peningkatan penjualan sebesar 7,4 persen dengan menyerap 15 ribu pekerja. Demikian yang dikatakan oleh Kabid sejarah dan warisan dunia Kemenko PMK selaku sekretaris II Tim Koordinasi, Dohardo Pakpahan. Rakornas ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan informasi dari segala sudut pandang baik dari kalangan pemerintah kementerian/lembaga terkait, akademisi, pengusaha jamu dan obat tradisional, dan stake holder lainnya yang datang pada kesempatan ini, serta mencari solusi, peluang dan tantangan yang ada.

Asisten Deputi Bidang Warisan Budaya Kemenko PMK, Pamuji lestari yang mewakili  Plt. Deputi bidang Koordinasi Kebudayaan Kemenko PMK, membuka rakornas pelestarian dan pengelolaan jamu sebagai warisan budaya. Dalam membacakan sambutan pidato Plt.Deputi Bidang Koordinasi Kebudayaan Kemenko PMK, Pamuji mengatakan bahwa jamu tidak dapat disamakan dengan obat dokter. Karena, jamu mengandung nilai warisan budaya tak benda. Belakangan ini juga jamu berkembang menjadi industri farmasi jamu.

Dalam rakornas ini dibagi menjadi dua sesi diskusi panel. Diskusi panel sesi pertama tiga narasumber. Narasumber pertama, Staf Ahli Bidang Multikulturalisme, Restorasi Sosial dan Jati Bangsa Kemenko PMK, Hazwan Yunaz; membawakan materi Kebijakan dan Strategi Pengarusutamaan Jamu sebagai Industri Berbasis Budaya Tradisional. Narasumber kedua, Wakil dari Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Kemenko Ekonomi, dalam kesempatan ini membawakan materi roadmap dan tata niaga jamu secara lengkap. Narasumber ketiga, Wakil dari Dirjen Holtikultura menjelaskan tentang peluang pengembangan agro industri bahan baku tanaman jamu sebagai unggulan warisan budaya. Dalam diskusi sesi pertama ini terdapat beberapa ringkasan yaitu, dalam upaya mengarusutamakan jamu, demi kesehatan masyarakat dan kemajuan ekonomi rakyat, maka penting diperlukannya kebijakan dan strategi yang dikoordinasikan lintas Kementerian atau lembaga dan semua stakeholder. Selanjutnya, potensi jamu terdiri dari beberapa faktor seperti, sumber daya alam, budaya, dan pengetahuan. Melakukan pengembangan pola pendampingan oleh petugas lapangan/champion/akademis/petani/peneliti dalam hal pengembangan tanaman obat. Roadmap jamu sebagai penuntun arah, tujuan, dan tahapan pengembangan jamu Indonesia memiliki visi “Jamu Indonesia Menjamin Kualitas Hidup Dunia”. Serta melakukan promosi tanaman obat jamu.

Pada sesi kedua,  terdapat Narasumber dari Badan Litbang Kesehatan, Lucie Widowati yang membawakan materi Saintifikasi Jamu sebagai Upaya berkelanjutan Mengangkat pengetahuan Tradisional Bidang Kesehatan. Narasumber berikutnya, Ketua Asosiasi Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat tradisional, Ddwi Ranny Pertiwi .Z, membawakan materi peluang dan tantangan usaha jamu di indonesia. Dari diskusi panel pada sesi ini dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor pemilihan pengobatan tradisioal, diantaranya faktor sosial, ekonomi, budaya, psikologis, kejenuhan terhadap pelayanan medis, faktor manfaat keberhasilan dan, faktor pengetahuan. Pengembangan jamu dan tanaman  obat berjalan seiring dengan pemanfaatan tanaman obat keluarga (TOGA). Serta upaya saintifikasi dilakukan untuk mengangkat kepercayaan budaya dalam pemanfaatannya untuk kesehatan. Hadir pula dalam kesempatan ini, Guru besar UI, Prof. Dr. Agus Purwadianto. (fin)